Saturday, April 25, 2015

Embah Putri

Jika kita berbicara tentang kehidupan, kita berbicara tentang masa kini dan masa depan, kadang juga masa lalu.

Sepertinya, di tahun 2014-2015, bukan lagi membicarakan. Namun belajar secara langsung mengenai kehidupan. bahwa takdir bisa berubah kapan saja, bahwa tiada yang abadi di kehidupan ini, bahwa kebahagiaan bisa serta merta berubah jadi kesedihan, bahwa banyak hal yang tidak dapat kita terka bagaimana kedepannya.

 Lima puluh hari setelah kepergian embah putri. Siti Komariyah.
Saat itu, aku selesai presentasi untuk mata kuliah MPKT B. Presentasi yang cukup menguras tenaga dan hati. Saat itu, pukul 14.00 aku mengecek hpku. Ada 8 miscall masuk dan 3 sms. Isinya, "Silmy, tolong ke pondok kelapa. Mbah Uti masuk ICU, tolong jagain mbah kakung ya."
Seketika, jantung ini yang tadinya dilanda kekesalah berubah menjadi berdebar tak tentu, aku izin keluar kelas. mencari fakta yang terjadi. Why? Kok bisa? Mbah Uti?

Aku mendapat kejelasan dari Bude Dewi, katanya gula darah mbah uti melonjak tajam jadi 400. Padahal mbah uti diabetes. Dikirimi foto mbah sedang tertidur di rumah sakit. Ya Allah. Seketika, ku ubah semua jadwalku. Rapat, syuro, kepanitiaan, tugas, ku tinggalkan semua.

Aku melaju menuju pondok kelapa, rumah embah yang selama ini menjadi tempat bermukim sementara saat aku sedang kelelahan,
rumah dimana aku bisa beristirahat dengan nyaman,
rumah dimana aku biasa bertemu dengan orangtua yang kesepian,
rumah dimana aku biasa berbincang-bincang mengenai perjalanan.
Rumah dimana aku selalu ditanya "Udah makan belum silmy?" padahal baru setengah jam lalu embah uti menyuguhkan bubur ayam kepadaku.
Rumah dimana saat aku datang lalu ditawari coffe mix kesukaanku.
Rumah dimana saat Ramadhan setidaknya aku menghabiskan waktu 3 hari disana.
Rumah yang selalu dikunjungi saat lebaran haji dan lebaran ramadhan.
Rumah dimana aku bisa menonton tv lama.
Rumah dimana aku merasa waktu berjalan cepat.
Rumah dimana aku lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Rumah kasih sayang dua orang tua yang sudah lanjut usianya.

Aku sampai disana pukul 18.37. Saat itu ku lihat ambulans sudah berada di depan rumah. Yang ku pikir adalah "Wah embah udah sembuh ya... udah bisa pulang ke rumah."
Namun kenyataan yang ada sebaliknya. Saat aku masuk ke pintu, sesosok jenazah ditutupi kain batik coklat terbaring. Ya Rabb, ada apa ini? Aku masuk dan sesenggukan. Ternyata, ini waktu yang telah dijanjikan untuk embah putri. waktu akhir hidupnya. Ku buka kain batik itu, wajah itu, masih wajah mbah utiku. Seperti orang tertidur, hanya bibirnya agak pucat.
Ku tatap wajahnya lamat-lamat, ia masih menggunakan kerudung merah. namun tak ada tarikan nafas di dadanya. kakinya pun dingin. embah, cepat sekali engkau pergi.
Beberapa jam kemudian orang melayat datang silih berganti. Adikku yang ada di solo dan di serpong di kabari. Mereka berangkat malam ini dan esok pagi. Puluhan atua bahkan ratusan tetangga datang, menyatakan duka cita. bercerita bagaimana embah hari minggu sebelumnya meminta maaf, bagaimana embah menghadiri acara lansia dengan wajah yang berbeda. bagaimana secepat ini, tanpa tanda-tanda.
Hari minggu sebelumnya, aku sedang sendirian dirumah. tiba-tiba telepon berdering, embah uti ternyata. beliau berkata "Silmy, hati-hati ya embah abis nonton di tv sekarang banyak orang jahat. Jangan pulang malam-malam ya." ku jawab "Iya embah. Embah udah makan belum?" "Udah tadi, pake bubur ayam. Silmy?" "Udah juga mbah, tadi pake nasi uduk. hehe." "Yaudah kalo gitu.. udah ya. Assalamualaikum." ku jawab "Waalaikumsalam."
ternyata, itu percakapan terakhirku dengan embah. Dan saat itu, embah yang sudah lanjut usianya, menelepon sampai dua kali. mengingatkan hal yang sama. Embah.. aku kangen.

Malam menjelang, lewat tengah malam, rumah embah masih ramai. Ada hampa menerpa dada di keramaian ini. Terkadang, kita merasa sepi padahal di sekeliling kita ramai. Aku membaca hafalanku, yang masih belum genap satu juz. aku hanya ingin embah mendengar, cucunya sedang menghafal Al-Qur'an loh. aku sering minta di doakan supaya semuanya lancar. Dan embah pasti selalu menjawab "Iya, embah selalu berdoa yang terbaik untuk cucu-cucu embah." Ku ingat bagaimana senangnya embah saat tahu aku, nida dan fika sama-sama mendapat kuliah tahun ini. Bagaimana embah bersyukur karena ketiga cucunya, ketiga gadisnya bisa melanjutkan studinya lebih tinggi.

Pagi hari, wajah embah semakin pucat, aku mencoba memeluknya, pelukan yang tak akan lagi dapat ku lakukan. Embah, semoga embah baik-baik disana, dilapangkan kuburnya, diterima segala amalannya. Aku membantu memandikan.
Saat itu aku benar-benar belajar bahwa siapa sih kita? apa yang bisa kita sombongkan jika untuk mandi saja kita tak mampu di suatu hari nanti? bahkan untuk sholat saja harus disholatkan?
Lalu dikafani, lalu proses berpamitan. satu persatu, anak-anaknya mencium. diikuti menantu dan cucunya. hanya mbah kakung yang tidak mencium karena masih sakit dan terbaring di kasur.

Dan itu adalah pertemuan terakhirku dengan embah putri. pertemuan terakhir di dunia. namun insyaAllah bertemu kembali di surga. Aamiin.


Some condition has changed. Dunia seakan berputar seratus delapan puluh derajat untuk embah kakung. Tadinya, selalu ada embah uti yang sedia untuk dipanggil saat butuh sesuatu. embah kakungku sakit, bonggol tulang pahanya remuk akibat jatuh. sehingga ia menghabiskan waktunya di tempat tidur. Meski tak jarang aku melihat mereka ribut karena hal-hal kecil, kadang mereka mengeraskan masing-masing suaranya. namun, nyatanya, pasangan yang sudah lebih dari lima puluh tahun menjalani bahtera rumah tangga dengan berbagai macam kondisi, merasa kehilangan separuh jiwanya juga.

Usai pemakaman, raut wajah embah kakung biasa saja, tak tampak rasa kesedihan. namun, semua bermula saat perlahan orang-orang (re: keluargaku) mulai kembali ke kehidupannya masing-masing setelah berkumpul melihat embah uti untuk yang terakhir kalinya. Rumah yang tadinya lebih sering diisi berdua itu, kosong. sunyi. sendiri. Ummi terkadang bolak-balik kesana. namun tetap berbeda rasanya. hingga akhirnya embah kakung dibawa ke rumahku.

Bukan sekali dua kali embah kakung berteriak memanggil "Bu... Bu.." itu adalah panggilan embah kakung untuk embah uti. Iya, itu, begitu. Saat ku hampiri, dan ku jawab "Mbah, mbah uti kan udah ngga ada.." lalu ia istighfar. "Embah lupa silmy.."

Tiba-tiba saja hatiku teriris. Iya, meski selama ini mereka terlihat kurang harmonis, namun saat akhirnya maut yang memisahkan, jauh di lubuk hati embah kakung terdalam, ia sangat mencintai embah uti. pikirannya melayang saat muda dulu, saat awal membangun rumah tangga. Ya Allah, aku jadi terenyuh.

Iya, embah uti. Aku kangen. Kangen sekali. Aku kangen dipeluk embah. Aku kangen embah tanyain udah makan atau belum. Aku kangen dinasihatin sama embah. Ngga nyangka lebaran tahun ini embah udah ga bareng lagi.. engga nyangka:" Semoga embah baik-baik aja yaa mbah. semoga disana embah bisa jauh lebih menikmati hari-harinya, seperti saat bagaimana embah tersenyum di terakhir kalinya.

"Ketahuilah, bahwa kehilangan akan selalu memberikan dampak. Baik itu terlihat atau tidak. Baik itu sebentar atau lama dan Baik itu bermakna atau tidak."

Ya Rabb, jagalah embah.
Rabbighfirli wali wali dayya warham humaa kamaa rabbayani shoghiro. Aamiin,

Salam cinta dari cucu pertamamu,
Silmy Kaaffah

Thursday, April 9, 2015

Saya Disini Karena..

Hidup dengan kumpulan kepentingan itu memang kadang melelahkan
Ada waktu dimana kita merasa lelah. Ada waktu dimana terjadi senggol bacok saat kita merasa kita yang paling banyak bekerja. Ada juga waktu dimana kita baper, semua orang rasanya salah. cuma kita yang benar

Dan ada saat-saat mengesalkan lainnya.
Begitulah hidup. Apalagi jika hidup dalam lingkungan dimana rasanya semua memberikan tekanan yang sama-sama berat dan sulit dipilih. Dalam sebuah organisasi, tentu tidak semua orang memiliki karakter yang sama dengan kita karena kita berasal dari berbagai macam latar belakang dan kondisi.

Mungkin terkadang, ingin rasanya berkata "Sudah cukup, sampai disini saja." atau "Yasudahlah, lebih baik saya selesai saja."

Tapi, inget lagi bro, kenapa kamu memilih untuk menerima amanah, jika akhirnya kamu menyerah di tengah jalan? Cukup selesaikan apa yang telah kamu pilih, bertanggungjawablah atas apa yang telah kamu iyakan kepada orang lain.

Ingat, kenapa bisa sampai sejauh ini? apa aja yang sudah didapatkan?
Kembalikan niat dan tujuanmu disini. kita bergerak berdasarkan tujuan. tanpa tujuan, untuk apa kita disini.
Tujuan itu yang pada akhirnya akan menjadi alasan dan penguat untuk tetap bertahan.

Saya disini, karena saya ingin memberikan kebermanfaatan.
Saya disini, karena jasa-jasa orang sebelum saya yang tak akan pernah impas terbayarkan meski saya telah berbuat banyak
Saya disini, karena panggilan hati
Saya disini karena ingin melanjutkan estafet perjuangan, atau
Saya disini, karena cinta.

Akan ada banyak alasan untuk bertahan. Lalu mengapa memilih meninggalkan?

Buat kamu yang mungkin merasa lelah,
yuk refleksikan diri kembali.

Friday, April 3, 2015

Gini ya Kuliah..



Bismillahirrohmanirrohim.
Halo. Sekarang baru tau rasanya jadi anak kuliah beneran. wkwk. sekarang jadi tau alesannya kenapa kalo lagi ngepoin blog temen-temenku mereka jarang ngepos. Kuliah sibuk ya bro:")

Aku masih bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk mencicipi bangku perkuliahan. Meski kadang banyak ngeluhnya, belum benar-benar memanfaatkan waktu kuliah dengan baik. Tapi, pernyataanku beberapa bulan yang lalu bahwa "Kuliah itu menaikkan kapasitas hidup kita." itu benar sekali.
Disini, jadi tau kalo peran mahasiswa bukan cuma belajar aja. tapi juga ada bagian pengabdian masyarakatnya.
Jadi tau kalo presentasi yang baik itu harus lebih banyak gambarnya daripada tulisan. Harus berbicara kepada audiensi dengan kata-kata baku dan jelas.
Jadi tau kalo komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting (matkul RIK banget)
Jadi tau kalo bahasa inggris itu kudu wajib dan harus bisa supaya memudahkan semuanya
Jadi tau kalo kita bisa loh bikin penelitian dan program kreativitas mahasiswa lainnya
Jadi ngeh kalo ilmu itu gakakan pernah abis, ilmu yg kita punya cuma secuil dari air di lautan
Jadi berasa kalo jadi organisatoris itu harus bener-bener profesional.
Jadi tau kalo kita punya cara masing-masing dalam menjalani hidup
Dan jadi tau lainnya yang gatau bakal kelar kapan kalo ga dibahas sekarang. wkwk

No Pain, No gain.
Gakada perubahan kalo ga ada yang ngerasain tempaan yang menyakitkan.

Kadang, yang memusingkan dan menyibukkan itu yang akan dirindukan.

Salam rindu dari depok.

*postingan yang tertunda akibat koneksi internet*