Tuesday, January 24, 2012

Tak Selamanya Emosi Digunakan

21 januari
Siang itu aku sedang mengikuti lomba di SMAN 12, tempatnya cukup asri, sekolah yang cukup nyaman menurutku. Gedunngnya berbentuk U ditengahnya ada taman kecil, ada ruang penyambut tamu. Banyak anak-anak lain bermain basket, ekstrakulikuler.. seperti layaknya sekolah biasa. Namun ada sesuatu disana yang tidak aku dapatkan selama di 14, ya lingkungan Rohisnya..

Aku dibawa masuk ke laboratorium kimia, disana aku membuat sebuah puisi, pesertanya ada sekitar 15 orang, ah.. aku hanya ingin membuat yang terbaik..

Lalu masuk ke ruang PKN dan membacakan puisi..

Ah, seharusnya berkali-kali lipat aku bersyukur.. saat itu kami para akhwat berhijab panjang lewat.. dan sungguh nanar, apa yang mereka katakan? “Eh, NII!” ujar mereka seenaknya..

Dadaku sesak, ingin sekali rasanya menghantam mereka, meluruskan kata-kata mereka,”Kami bukan NII, kami hanya seorang hamba yang ingin mendapat ridho Tuhannya..”

Tapi aku sadar pun aku membalas mereka tak akan ada gunanya justru akan menimbulkan permusuhan, jadi aku hanya diam.. Allah maaf karena aku belum bisa mengubah itu dengan tanganku, aku baru bisa beristighfar dalam hati..

Biarlah, biarlah mereka begitu
Terserah, terserah mereka mauberkata apa
Tetaplah, itiqomahlah, ini jalanku dan itu jalanmu, kita berjalan bersama
Sungguh, harusnya mereka yang kita dakwahi,
Bukan hanya merasa panas lalu berkelahi
Karena Rasulpun berkata bahwa jalan ini bukan jalan bagi orang sembarangan..
Jalan ini tak pernah selalu dilalui dengan senyum
Karena jalan ini memang perlu perjuangan,

Ya, aku hanya berusaha menjadi hamba yang taat pada Tuhannya
Seraya mengajak, membuat mereka merasakan apa yang kami rasakan..
Berilah kesempatan
Berilah cadangan beribu-ribu kesabaran,
Sebagai tanda bahwa kami ada dijalanMu,
Allah..

Terimakasih karena Engkau telah memberikan hadiah terindah untukku ya Allah, sekolah dengan segala kelebihannya, sekolah yang bisa menerima dakwah kami meski masih banyak yang perlu dibenahi, sekolah yang menjadi cikal bakal perjuangan kami, izinkan kami untuk tetap berjuang disini, Allah.. hanya untukMu..

kali ini tinggal menunggu pengunmuman, yaps doakan yah :)
ini ceritaku, apa ceritamu?

Tuesday, January 17, 2012

Rahmat-Nya

Dari asma sembilan puluh sembilan
Kenapa dipilih pengasih dan penyayang?
Untuk diucapkan dan dijadikan pijakan
Bagi setiap langkah perbuatan

Serasa dibuai diayun-ayun
Menjadi hamba sang Maha Agung
Lahir ke dunia bermain cinta
Berlomba memasuki bilik sang 'azza wa jalla

Pengasih penyayang inti hakikat Allah kita
Rezeki alam semesta dibukakan rahim-Nya
Dialah sahabat yang stia tiada tara
Kalau kita menangis diusapnya air mata

Sifat sembilan puluh sembilan
Memusat pada kasih dan sayang
Janji kerinduanNya terpapar betapa indahnya
Di mizan keseimbangan antara sembahyang dan kerja
(Pengasih Penyangang, Emha Ainun Nadjib)

Saturday, January 14, 2012

Tiga Bulan Disini

aku termenung haru..
ingat sekali kata-kata pertama kakak itu meyakinkanku, "Amanah tidak akan pernah salah memilih.."

dan aku begitu yakin dan bertekad untuk semuanya..

namun amanah ini telah berjalan begitu cepat, 3.5 bulan
"Dakwah ini berat bagi mereka yang suka mengeluh dan banyak alasan.
dakwah ini mengecewakan bagi mereka yang selalu menuntut
dakwah ini memberatkan begi mereka yang tidak mau berkorban
dakwah ini membosankan bagi mereka yang tidak mengiringinya dengan keteladanan.."

inilah dakwah yang baru aku tapaki beberapa langkah,
namun rasanya berat.. sangat..
mengajak kepada kebaikan itu tidak semudah kita mengajak kepada kemungkaran

aku mendekapnya erat,
aku ingin nafas ini, jiwa ini, darah ini menjadikan dakwah sebagai salah satu bagiannya

rasa lelah ini,
belum sebanding dengan perjuangan
Hasan Al-Banna yang sejak smp sudah berdakwah ke kafe-kafe
Zainab Al-Ghazali yang dimasukkan kepenjara
Syekh Ahmad Yasin yang begitu yahudi takutkan hingga membunuhnya saja perlu sebuah bom

belum juga setara dengan
perjuangan bapak/ibu kami yang dahulu sembunyi-sembunyi memakai jilbab
membuat liqo-liqo kecil
dan di tangkapi pemerintah..

belum pula melengkapi
perjuangan kakak-kakak di 14, yang dulu memakai jilbab dan harus rela dihukum,
membuat rohis ini menjadi sebuah bidang.. ini adalah anugerah yang luar biasa,
bisa menamakan makna islam kepada siswa dengan mudah..
namun kini, saat tombak itu berasa di tangan kami
kami seaakan terlena dengan segala fasilitas yang ada,
perpustakaan masjid, dana yang sangat besar dari komite, mentoring yang wajib

semua ini bukan perjuangan kami
namun kamilah yang memetik hasilnya kini

ah, kasihan benar kakak-kakak yang dulu telah membesarkan 14
tapi kami belum bisa menjadi seperti yang kakak-kakak harapkan

kami kecil, malu akan amanah ini..
tapi Allah tak pernanh menolak penyesalan
biarpun berkali-kali kesalahan terjadi
Allah selalu dekat, bersama hambaNya

maka aku akan angkat wajahku kembali,
14 menunggu sebuah perubahan dari kami

bersama, ya
bersama

berdakwah disini....


Saturday, January 7, 2012

Sepenggal Kisah gadis Shalihah

Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut.
Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.
Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.
Afnan senantiasa menjauh dari perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia duduk di kelas 4 SD, dia bahkan semakin menjauh dari perkara yang membuat murka Allah itu. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang perpegang teguh dengan agamanya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya.
Tatkala dia SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma’ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya. Permulaan keberhasilan dakwahnya kepada agama Allah adalah……. masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.
Kala itu aku sedang mengandung putraku, Abdullah, ketika aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: “Bu, aku sekarang menjadi seorang muslimah, Afnan telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat.
Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: “Sakit ringan di kakiku.” Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: “Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.” Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumahsakit.
Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.
Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata: “Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah.” Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.”
Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!
Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.”
Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk yang pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab: “Tidak.”
Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar yang kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.
Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?” Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk memasang kaki palsu sebagai gantinya.
Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna.” Temanku tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati.”
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu’ dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!
Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.
Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang.
Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata: “Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.” Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah.” Dia berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut.” Dia menjawab: “Aku menyangka, bahwasannya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku.” Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang kedua.” Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.”
Maka dia berkata: “Asyhadu alla ilaaha illallah.”
Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya.
Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. (AR)*
sumber : file: Sungguh%20Gadis%20Kecil%20Shalihah%20_%20ceritateladan.com.htm

Jalan menuju Allah adalah sebaik-baik jalan

“Adakalanya jiwa ini mengeluh karena musibah yang menimpanya, padahal ada jalan keluarnya semudah membuka ikatann”


Apakah yang disebut bahagia? Apakah bahagia itu ada harta ataukah kedudukan dan keturunan? Jawabannya beragam. Akan tetapi, marilah kita perhatikan kebahagiaan yang dialami oleh seorang wanita yang disebutkan dalam kisah berikut :

Seorang lelaki bertengkar dengan istrinya, sang suami berkata “Sungguh aku akan membuatnmu menderita.” Istrinya menjawab “Kamu tidak akan mampu.” Suami bertanya padanya “Bagaimana bisa demikian?”

Istrinya menjawab “Seandainya bahagia itu terletak pada harta, maka engkau bisa mengharamkannya bagiku. Seandainya bahagia itu terletak pada perhiasan maka engkau dapat mencegahku darinya. Akan tetapi tiada sesuatupun yang engkau dan orang lain dapat memilikinya. Sesungguhnya kebahagiaaku, berada pada imanku; imanku ada pada qalbuku dan qalbuku tiada seorangpun yang dapat menguasainya kecuali Tuhanku.”
Inilah yang disebut kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan iman. Tiada yang dapat merasakan kebahagiaan ini, kecuali hanya orang yang qalbunya dikuasai oleh cinta kepada Allah hingga masuk ke bagian yang paling dalam begitupula jiwa dan pikirannya. Pada hakikatnya yang memliki kebahagiaan adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh karena itu carilah kebahagiaan dengan taat kepadaNya. Sesungguhnya satu-satunya jalan untuk meraih kebahagiaan tiada lain hanyalah dengan mengenal agama yang benar yang telah diutuskan kepada Rasulullah untuk menyampaikannya.

Barangsiapa mengenal jalan ini maka tidak akan terhalang darinya bila ia tidur di rumah sederhana atau di emperan toko atau merasa cukup dengan sepotong roti, untuk manusia yang paling bahagia di dunia. Berbeda halnya dengan ornag yang sesat di jalan ini, maka usianya akan dipenuhi dengan kesedihan; hartanya menjadi penghalang; ilmunya mendatangkan kerugian; dan kesudahannya adalah beroleh kehinaan dan kekecewaan.


"Sesungguhnya kita memerlukan harta untuk hidup, tetapi bukan berarti kita harus hidup demi harta"

source : buku Jadilah wanita yang paling bahagia,
Aidh Al-Qarni

Wednesday, January 4, 2012

Duhai Negeriku, Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana..

Senin, 12 Desember 2011 15:30 wib

DALAM sejarah, Indonesia dibangun oleh para pemikir dan cendekiawan orde lama sebagai negara hukum. Konsekuensinya adalah konsistensi terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan secara universal, baik itu adil dalam pembangunan nasional, penegakan hukum dan sebagainya termasuk penindakan terhadap para pelaku korupsi.



Tetapi mengapa banyak fenomena yang terjadi di negeri ini bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang universal tersebut? Korupsi merajalela, masyarakat sekarang disuguhkan pada berita-berita korupsi pejabat pemerintah baik level pusat maupun daerah. Tindakan inkonsistensi orang-orang atas yang seharusnya menjadi teladan pun banyak kita ditemui.



Agaknya, politiklah yang sekarang menjadi panglima dalam setiap sendi kehidupan di negeri ini, bukan lagi hukum. Hukum dari zaman ke zaman mulai mengalami ketumpulan. Hukum itu seakan tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Banyak kaum proletar justru menjadi korban, sedangkan kaum elite di negeri ini selalu berpikir pragmatis dalam menyelesaikan perkara yaitu dengan jalur politik, ketimbang jalur hukum. Tampaknya memang status negara hukum Indonesia sudah beralih menjadi negara politik. Lebih tepatnya, negara politik kekuasaan, hingga hukum yang bersikap mutlak dan pasti pun dipolitisasi untuk mendapatkan kekuasan.



Sebenarnya kemampuan putra bangsa Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Banyak putra bangsa yang menyabet medali dalam olimpiade internasional, betapa banyak putra bangsa yang mendapatkan nobel tingat internasional pula.



Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, rasanya Indonesia tidak kalah dalam bidang intelektualitas. Bahkan dengan Amerika sekali pun yang notabene merupaka negara adidaya. Salah satunya terlihat jelas di laga Olimpiade Sains tingkat internasional, Indonesia parkir di peringkat atas bersama dengan China dan India.



Akan tetapi mengapa Indonesia kalah maju dengan negara-negara tersebut dan kesejahteraan rakyat di Indonesia masih memprihatinkan? Ini tidak lepas dari kondisi realita bangsa kita yang sudah menjadi negara politik. Sistem pemerintakan kita mengalami inkonsistensi kebijakan, birokrasi yang buruk, profesionalitas yang rendah, integritas para petingginya yang masih dipertanyakan dan pejabat-pejabat negara yang banyak melakukan tindakan korupsi.



Maka, sebaik apa pun sumber daya manusia Indonesia terutama dalam bidang intelektualitas, maka itu semua adalah percuma. Ibarat menanam pohon, sebagus apapun bibit tanaman yang akan ditanam selama bibit itu ditanam di lahan yang tidak subur alias gersang, maka bibit itu tidak akan tumbuh maksimal, bahkan bisa saja bibit itu mati.



Duhai negeriku, aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Integritas, kebenaran, dan keadilan adalah nilai-nilai universal, dan setiap manusia memiliki hati nurani yang senada dengan nilai-nilai tersebut. Keadilan akan mudah tercapai, kebenaran itu pasti akan menang dan integritas itu akan tertanam di setiap sanubari rakyat Indonesia asalkan nilai-nilai tersebut bisa disuarakan dan ditransparansikan.



Sekali lagi, karena setiap manusia memiliki hati nurani yang senada dengan nilai-nilai luhur tersebut. Disuarakan yakni sebelumnya harus dibenamkan dalam diri pribadi kemudian disebarkan ke orang lain, sedangkan ditransparansikan dalam artian tidak ada dusta di antara kita.



Duhai negeriku, terimalah ini sebagai moral commitment-ku. Mulai dari diriku, aku berjanji akan menggenggam erat nilai-nilai luhur tersebut. Kemudian aku akan belajar untuk menyuarakannya dengan lantunan nada seindah mungkin aku bisa, dengan harapan agar nilai-nilai tersebut diterima oleh khalayak dan bisa mentransparansikannya tanpa syarat. Baik itu mulai dari keluargaku, teman dekatku, organisasi kampus sampai masyarakat sekitar. Yakinku, literatur bukanlah dalil yang digunakan sebagai pembenaran atas sikap dan gagasanku, akan tetapi ia adalah dalil untuk mencari kebenaran dari setiap gagasan dan sikapku yang bisa jadi itu salah.



Kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia adalah akumulasi dari individu-individu yang tinggal di negeri ini. Asalkan individu-individu di dalamnya memiliki keahlian masing-masing dan etos kerja yang bagus, maka dengan sendirinya Indonesia akan menjadi negara yang maju.



Duhai Indoensia, aku ingin mencintaimu dengan cara yang sederhana. Aku ingin menjadi seorang ahli dalam bidangku, menjadi seorang spesialis dan pembelajar yang hebat di bidangku, agar ilmuku nanti bisa aku sumbangkan untuk kamajuanmu Indonesia, untuk kesejahteraan rakyat yang ada di rahimmu.



Aku akan mendorong sistem yang ada di lingkungan sekitar, agar konsep spesialisasi mulai dibangun dan benar-benar diterapkan dengan konsisten. Maka, jadilah kita orang yang hebat di bidang kita masing-masing, karena kemajuan bangsa ini adalah akumulasi dari individu-individu yang ada di dalamnya, termasuk aku, kamu, dan kita semua.



Hidup harmonis adalah keinginanku, karena harmoni itu menentramkan. Ia adalah prinsip yang mesti dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kuncinya adalah satu, open mind, terbuka terhadap nilai-nilai yang ada. Karena Indonesia ialah negeri seribu cerita, yang kaya akan corak dan budaya. Terbuka berarti tidak bersikap kegolongan, menerima nilai-nilai kebaikan dari luar, memberikan toleransi akan perbedaan yang ada dengan tetap berprinsip kepada kebenaran dan keadilan yang universal.



Selanjutnya, pembangunan karakter yang konsisten dan berkelanjutan itu sangat penting. Integritas itu harus dipegang dan ditanamkan sejak sekarang juga, mulai dari hal yang kecil. Saat ini, sering ditemui seseorang menggadaikan integritasnya hanya karena gengsi dan hal sepele. Sebagai contoh, ada seseorang mahasiswa hidup dengan teman-temannya yang memiliki budaya titip absen. Dia dimintai tolong untuk mengabsesnkan temannya, karena gengsi, dianggap tidak setia kawan atau apapun itu, akhirnya mahasiswa tersebut mengabsesnkan temannya yang jelas tidak masuk kuliah. Dari sini integritas mulai luntur, dari hal yang kecil dan sepele.



Duhai negeriku, aku ingin mencintaimu dengan cara yang sederhana. Aku akan menyuarakan integritas itu dengan nada-nada yang indah yang bisa diterima oleh orang-orang sekitar. Sekali lagi, karena setiap orang memiliki hati nurani yang senada dengannya. Tinggal kita yang menyuarakan nilai tersebut agar hati nurani orang-orang sekitar kita bisa menangkap nilai-nilai luhur yang kita rasakan.



Belajar saat usia dini bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar saat usia tua seperti mengukir di atas air. Pendidikan karakter memang sulit, tetapi lebih sulit lagi kalau itu dilakukan saat masa tua. Sehingga masa kanak-kanak merupakan masa yang pas untuk pendidikan karakter itu.



Dengan cara apa? Yaitu dengan cara membahasakannya dalam bahasa mereka, bahasa yang familiar dengan anak-anak. Pendidikan karakter itu bisa dibahasakan dalam bentuk film kartun, dalam bentuk komik-komik, dongeng-dongeng heroik dan juga kemasan lain yang sesuai dengan bahasa mereka.



Sepele memang, tetapi nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil akan terus membekas hingga hari tua. Dengan seperti ini, maka moral penerus bangsa Indonesia setidaknya akan memiliki integritas yang lebih baik dan lebih berkarakter.



Duhai negriku.. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, maka terimalah cintaku yang sederhana ini.

Ardian Umam

Mahasiwa Teknik Elektro

Universitas Gadjah Mada (UGM)(//rfa)

source:http://www.facebook.com/notes/rhedylla-dwi-poetra/duhai-negeriku-aku-ingin-mencintaimu-dengan-sederhana/10150480856511009?ref=notif¬if_t=note_tag