Saturday, May 23, 2015

Pengertian Baru

Bismillahirrohmanirrohim.
Halo apa kabar hati? Semoga baik-baik saja ya. Karena hari ini aku baru menyadari sebuah pengertian hati yang sebenarnya. Hati yang bersih adalah hati yang terikat kepada Allah. Hati yang selalu bermuara kepada Allah. Hati yang bersih adalah hati yang mendesak pemiliknya untuk menjadi orang yang mampu kembali kepada Allah dan mampu mengimbangi kekuatan hatinya, keaktifannya, kesungguhannya, penghambaannya dan keimanannya.

"Allahumma laa takilnaa ilaa anfusinaa"
(Ya Allah janganlah Engkau serahkan kami pada diri kami sendiri."

Hari ini, tepat seminggu sebelum aku mencapai kepala dua. Aku mendapat sebuah pemahaman baru mengenai hati. Rasulullah pernah berkata "Ada segumpal daging di dalam tubuh manusia, yang apabila ia baik, maka baiklah keseluruhannya dan apabila ia buruk, maka buruklah keseluruhannya."
Segumpal daging yang dimaksud disana adalah.. hati. Jadi hati memiliki pengaruh besar atas apa yang kita lakukan. Hati yang membuat kita akhirnya bersikap seperti ini dan seperti itu. Hati pula lah sumber dari segala rasa yang ada. Baik itu rasa nyaman, tenang, adil, damai, sentausa, gelisah, takut, hampa, putus asa. Semua berasal dari hati kita.

Dari hati pula-lah pada akhirnya terimplementasi laku kita. Bagaimana kita bersikap, itu tergantung bagaimana hati kita.

Terimakasih untuk hari ini ya Allah. Engkau benar-benar menamparku seraya mengulurkan tangan-Mu. Engkau membuatku mengerti tentang apa yang salah pada diriku. Aku tahu Engkau tidak akan pernah membenturkan dua buah kebaikan. Maka disitulah aku bersyukur karena Engkau mengingatkanku.
Lewat beberapa kejadian hari ini. Aku akan belajar untuk berbenah. Tentu dengan bantuan-Mu ya Rabb. Jangan pernah tinggalkan aku.

Karena Engkaulah sebaik-baik tempat berlindung:")

24-05-15
2:32 dini hari

Saturday, May 9, 2015

Grup di Sosial Media?


Pernah gak sih ngerasain mumet dan pusing melihat handhone? Sampai cuma cek line atau whatsapp, lihat notifnya, scroll aja ga dibuka pesannya? Jujur deh... fenomena seperti ini banyak dialami di zaman dimana zaman sudah berubah. Dimana kecanggihan tekhnologi dengan mudah membuat orang yang berada di belahan dunia manapun bisa berkumpul dalam suatu wadah di sosial media. Ya, di era smartphone sudah menyentuh berbagai kalangan baik tua, muda, miskin kaya.

Di era smartphone yang sudah sangat hits ini, sangat memudahkan untuk diskusi atau membicarakan sesuatu yang tidak selesai dibicarakan saat bertemu langsung. Fenomenanya, hampir di semua kondisi dibuat grup-grup kecil untuk berdiskusi. Hingga pada akhirnya banyak grup bertumpuk di line atau whatsapp. Efeknya, waktu-waktu yang harusnya kita gunakan untuk beristirahat, justru tersita dengan mengecek satu persatu grup yang ada. "Takut ketinggalan info" itu alasannya.

Di sisi lain, jika sudah mumet dan pusing melihat handphone, bisa jadi muncul rasa ketidakpedulian terhadap grup yang ada. Ada dua kemungkinan, dia hanya membuka pesan tanpa membacanya atau membiarkan pesan itu bertumpuk di hpnya sampai beberapa waktu. Efek yang ditimbulkan karena hal ini, bisa membuat kita tidak tahu keadaan yang ada sehingga pada waktu yang diperlukan justru kita tidak muncul, membuat orang lain kecewa karena kita tidak merespon atau bisa jadi muncul perkelahian karena dianggap kita berlepas tanggungjawab atas apa yang kita kerjakan.

 Hal-hal seperti diatas memang marak terjadi. Pasalnya, kita seperti dituntut untuk mengecek hp setiap saat agar kita bisa efektif memanfaatkan smartphone kita. Tapi di sisi lain, kita juga memiliki kehidupan nyata yang perlu diurus. Jadi, serba salah rasanya. Semua kembali lagi, kita yang berhak menentukan kehidupan kita. Mau kita update terus tapi kita ansos di lingkungan sekitar kita, sampai kalau dipanggil ga nyahut, kalau diajak ngobrol ga nyambung. Atau kita mau ansos di sosial media yang jadi gatau updatean terbaru? Atau mau menyeimbangkan semuanya?

Kita hanya perlu memanajemen waktu kita untuk berinteraksi dengan smartphone kita. Harus mulai diatur pesan mana saja yang perlu untuk dibalas. Pesan mana saja yang cukup kita baca sekilas saja. Atau di grup mana kita harus intens di dalamnya. Belajar dari beberapa grup yang saya miliki, jadi kita memiliki waktu-waktu khusus untuk berdiskusi. Misalnya hari Sabtu malam jam 20.00 sampai jam 22.00. Efektifkan waktu-waktu itu untuk benar-benar total di dalamnya, membahas masalah acara atau tugas kampus. Lalu setelah itu kita harus kembali ke dunia nyata kita, mengerjakan tugas lain yang perlu diselesaikan. Jangan justru keasyikan chat sehingga tuga lainnya terbengkalai atau mengerjakan asal-asalan karena menjelang deadline.

Ingat kembali apa tujuan menggunakan smartphone, memudahkan kita kan? Bukan justru menyulitkan kita. Jadi, manfaatkan smartphone dengan teknik tepat guna. Gunakan ia pada saat yang tepat dan berikan batasan waktu. Jaga kesehatan, jangan tidur terlalu larut karena asyik dengan handphone kita. Tubuh kita berhak istirahat dari kejemuan melihat layar handphone.

Karena kita, adalah calon-calon  pemimpin yang harus belajar mengefektifkan waktu dan tekhnologi sedari dini. Semangat berkarya di zaman yang cukup menggerakkan jemari lalu kau kuasai dunia!

10 Mei 2015
Menjelang siang hari,
Silmy Kaaffah




Sunday, May 3, 2015

Pemuda Indonesia, Belajar dari Eyang Habibie


padamu ibu pertiwi, padamu pahlawan,
padamu pejuang yang dikenal atau tidak dikenal
terimalah persembahan kami, generasi penerus
karya kami teknologi canggih umat manusia,
kami kuasai, kami miliki, kami kembangkan, kami kendalikan
mandiri untukmu, Ibu Pertiwi
semangat, tekad, tak kenal lelah dan tak kenal menyerah
semangatmu pejuang bangsa Indonesia dan di alam baka
kami lanjutkan sepanjang masa..


Puisi diatas merupakan puisi pembuka yang Pak Habibie bacakan di depan ribuan pemuda-pemudi calon penerus bangsa di Balairung UI, 29 April 2015.

Merupakan sebuah kehormatan bagi saya bisa mendengarkan secara langsung apa yang Bapak Habibie sampaikan. Dengan gaya bicaranya, dengan lantang dan yakin membacakan puisi yang dibuat hampir dua puluh tahun lalu. Saat itu, ia sedang berdebar. pasalnya, puisi itu ia buat satu jam sebelum pesawat N250 resmi diluncurkan. Di tahun yang sama, nyatanya Indonesia sudah mampu untuk menghasilkan karya yang membanggakan, ada kapal-kapal canggih produksi PT PAL serta lokomotif yang dibuat oleh PT INKA.

Hal ini menunjukkan bahwa kita, sebagai anak negeri, perlu bangga bahwa Indonesia dapat menghasilkan berbagai karya yang bermanfaat hingga hari ini. Bahwa sejatinya, Indonesia merupakan bangsa yang pintar, yang bisa bekerja keras dan mampu untuk menjadi bangsa yang mandiri. So, don't worry. Bangsa kita punya banyak orang pintar. Hanya bagaimana membuat orang-orang pintar itu tersadarkan bahwa negeri ini butuh mereka.

Dewasa ini, kondisi negeri kita memang dikatakan tidak dalam kondisi baik-baik saja. Perekonomian dan perpolitikan yang tidak stabil berdampak pada banyak hal seperti tidak terpenuhinya kebuthan pangan, angka kesehatan yang rendah, berubah-ubahnya sistem kurikulum pendidikan, konflik antar ras dan angama, dan berbagai masalah lain yang sesungguhnya hanya soal bagaimana mengelola diri.
Jika bukan anak bangsa, siapa lagi yang akan membangun bangsanya?  Jiwa muda, merupakan jiwa yang tidak mau kalah dan tahan atas kelelahan. Jiwa muda selalu bersemangat melaksanakan perubahan. Perubahan yang memberikan kesejahteraan bagi bangsanya.
-Eyang Habibie
Melihat kondisi demikian, saya tersadarkan kembali untuk ikut andil dalam membereskan permasalahan di negeri ini. Benar sekali kata Eyang, bahwa perubahan merupakan kunci dari kesejahteraan. Dengan adanya perubahan, otomatis akan ada pergerakan. pergerakan yang akan memicu adanya perpindahan dari hal-hal buruk menjadi hal-hal baik. Maka, lakukan perubahan sekecil apapun itu.

Namun, perubahan yang dilakukan harus pula melaui tahapan-tahapan perhitungan. harus benar-benar diperhitungkan, bukan asal susun rencana lalu selesai. Jika kita adalah seorang insinyur, jangan kita hanya fokus pada dunia per-engineering-annya saja. Tapi masukilah dunia lain seperti perekonomian, hukum dan kesehatan. Begitu pula untuk bidang lain, jika kita seorang ekonomi jangan segan-segan ikut andil dalam permasalahan kesehatan, sosial dan teknologi. Jadi, intinya kita harus bekerjasama, bahu-membahu menuju satu tujuan, yaitu Indonesia yang lebih baik.

Sebagai pemuda, kita merupakan tombak perjuangan bangsa. Eyang Habibi terlihat sumringah sekali saat melihat begitu banyak orang yang peduli kepada nasib bangsa ini. "Dahulu, orang yang memikirkan bangsa Indonesia, satu bus saja tidak penuh jumlahnya. Namun hari ini, disini, saya bisa melihat ada ribuan orang yang masih mau memikirkan nasib bangsanya. Sungguh, saya bangga dan percaya Indonesia akan lebih baik."

Bukti konkret kepedulian kita, kita harus menjadi manusia yang produktif. Produktivitas seseorang bergantung pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan tekhnologi. Yang bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat luas, yang bisa diterima oleh bangsa kita. Kita harus menjadi bibit-bibit unggul yang mampu menunjukkan kualitas kita dihadapan dunia. Membawa nama baik Indonesia, bukan lagi membawa nama suku, ras, dan daerah. Bersatu untuk membentuk Indonesia menjadi bangsa yang memiliki eksistensi tinggi dan madani.

Maka, jangan pesimis untuk menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki harga diri tinggi. Selalu ada harapan, cita-cita dan dukungan dari pejuang Indonesia terdahulu, yang mungkin belum bisa mewujudkannya. Kita lah yang bertugas untuk melanjutkan estafet perjuangan mereka. Jangan biarkan perjuangan mereka menjadi bias karena kita. Eyang Habibie, di usianya yang ke-79 berkata bahwa tidak ada kata pensiun buatnya, ia hanya akan pesiun saat menghembuskan napas terakhir. Saya baru akan tenang jika saya bisa melihat anak cucu saya tenang dan bahagia di negeri ini. Jangan kecewakan mereka karena kemalasan kita.

Tidak ada makan siang yang diberikan cuma-cuma, sama halnya dengan kemerdekaan kita. Kita juga harus membayar untuk mendapatkan kemeredekaan kita kembali bukan?
Karena ketika kondisi dan keadaan yang kita miliki tidak mendukung, tidak ada jalan lain selain tegak berdiri, melewatinya dengan semangat perjuangan dan hati yang lapang.
Kerikil yang ada bukan untuk dikeluhkan, tetapi untuk dilewati. Akan ada masa dimana kerikil itu tidak akan lagi menjadi penghalang kita.
Belajarlah membangun negeri, dengan cara-cara sederhana.
dengan hal-hal yang bisa kita upayakan
Belajar dengan tekun di bidang yang kita jalani,
totalitaslah dalam berkarya
serta, miliki rasa peduli pada bangsa ini.

Dari saya yang sungguh jatuh cinta pada pemikiranmu Eyang,
Semoga Eyang selalu diberikan kesehatan dan keberkahan hingga di akhirnya.

Cucumu,
Silmy Kaaffah
FKM UI 2014.