Setiap ke Masjid Al-Hikmah, Masjid di daerah Mampang, Jak-Sel saya sering menyempatkan diri untuk membeli pisang molen mini yang dijual pedagang kaki lima didepannya. saya ketagihan membelinya! bukan hanya karena pisang molen yang enak tapi lebih dari itu.. pedagangya ialah seorang bapak paruh baya yang saya taksir umurnya 55tahunan. setiap pembeli yang menghampiri gerobaknya, ia tersenyum. menawan sekali, senyuman ramah yang ikhlas dari hati. usai meletakkan pisang molen di bungkusnya, ia menyerahkannya dengan nada yang menghangatkan, “terimakasih mbak..”
aih, saya sungguh belajar keikhlasan darinya. saat kulihat ia mengeluarkan dompet untuk memberikan uang kembalian, tak lebih beberapa lembar uang lima ribuan yang bertengger disana. ah, nyeri hati ini. untuk mendapatkan uang itu mungkin ia harus menunggu hingga ribuan pisang molennya laku dahulu. sedangkan saya? setiap bulan hanya menunggu uang bulanan datang menghampiri namun keluhan karena uang menjelang akhir bulan sudah habis terus terdengar.
masih jelas saya ingat, wajah bapak itu sumringah saat pembeli datang. ia tersenyum ikhlas tak mengeluh tak menggerutu. ditambah sang istri yang setia menemaninya, ikut membantu menggoreng, membuat adonan. romantis sekali bukan, di usia yang tak lagi muda mereka masih saja saling bahu membahu, mengerti dan memahami. mungkin itu namanya kekuatan cinta, dimanapun ia berada tali yang mengikat cinta mereka kuat, tak lantas putus, meski dunia menyuruhnya bekerja lebih keras.
ya, saya belajar banyak untuk mengerti dan memahami arti keikhlasan. meski masih banyak belajar. kembalilah berkaca, dimana ikhlas itu? apakah ia masih berada di hatimu?
#senjadirumah#
No comments:
Post a Comment