Kadang aku berfikir masalah budaya, budaya di Indonesia ini sangat beragam adanya. tapi kadangkala budaya tidak sesuai dengan apa yang ada sekarang.
kemarin adalah hari ke 40 kematian kakekku, dalam adat Betawi ketika seseorang meninggal ada semacam arwahan/pnegajian untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal. dari mulai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari sampai tiap tahunnya diadakan semacam pengajian.
sebenarnya tujuan dari pengajian itu baik, mengadakan doa bersama, dan dari yang datang itu mendapatkan sesuatu (baca;berkat/besek). dan setelah melalui 3, 7, 40 hari ini aku mempertanyakan beberapa hal, sesuatu yang ingin membuatku meledak.
saat aku berkunjung ke rumah nyai (baca;nenek) disana aku dan adik-adikku membantu untuk membungkus makanan, sembako dan snack-snack yang ada. dan entah kenapa aku merasa feel yang didapat dari tiap 3,7,40 hari ini ngga dapet yang ada kita hanya disibukkan dengan bagaimana melayani tamu, membungkus makanan yang layak, menyediakan kue-kue bahkan buah pun tak luput disesiakan. kita para wanita berkutat dengan stearofoam yang diisikan daging, mentimun, nasi uduk, memasukkannya sejumlah orang yang hadir sekitar 100 buah. ah, entah mengapa pertanyaan ini masih berkecamuk besar.
bagaimana kita para keluarganya lebih disibukkan oleh makanan, bingkisan, sedangkan berdoa? ya, aba (baca;kakek) mungkin engkau sudah berurusan dengan tanggungjawabmu atas apa yang engkau lakukan di dunia, aku selalu berharap engkau mendapatkan yang terbaik. insyaAllah aku akan terus ngedoain aba.
pertanyaannya, apakah budaya ini bisa di sesuaikan? bisa di filter yang mana yang benar-benar mendesak dan bukan?
kemarin adalah hari ke 40 kematian kakekku, dalam adat Betawi ketika seseorang meninggal ada semacam arwahan/pnegajian untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal. dari mulai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari sampai tiap tahunnya diadakan semacam pengajian.
sebenarnya tujuan dari pengajian itu baik, mengadakan doa bersama, dan dari yang datang itu mendapatkan sesuatu (baca;berkat/besek). dan setelah melalui 3, 7, 40 hari ini aku mempertanyakan beberapa hal, sesuatu yang ingin membuatku meledak.
saat aku berkunjung ke rumah nyai (baca;nenek) disana aku dan adik-adikku membantu untuk membungkus makanan, sembako dan snack-snack yang ada. dan entah kenapa aku merasa feel yang didapat dari tiap 3,7,40 hari ini ngga dapet yang ada kita hanya disibukkan dengan bagaimana melayani tamu, membungkus makanan yang layak, menyediakan kue-kue bahkan buah pun tak luput disesiakan. kita para wanita berkutat dengan stearofoam yang diisikan daging, mentimun, nasi uduk, memasukkannya sejumlah orang yang hadir sekitar 100 buah. ah, entah mengapa pertanyaan ini masih berkecamuk besar.
bagaimana kita para keluarganya lebih disibukkan oleh makanan, bingkisan, sedangkan berdoa? ya, aba (baca;kakek) mungkin engkau sudah berurusan dengan tanggungjawabmu atas apa yang engkau lakukan di dunia, aku selalu berharap engkau mendapatkan yang terbaik. insyaAllah aku akan terus ngedoain aba.
pertanyaannya, apakah budaya ini bisa di sesuaikan? bisa di filter yang mana yang benar-benar mendesak dan bukan?
No comments:
Post a Comment